I never thought my life would move this fast in just one year.
Banyak orang berkata bahwa memasuki usia 20, hidup kita akan semakin diwarnai dengan pilihan-pilihan besar yang nantinya akan berdampak pada hal-hal selanjutnya yang terjadi di kehidupan kita. Tapi sebenernya sadar atau engga kita udah mulai belajar membuat keputusan sejak kita kecil, mulai dari hal-hal remeh sampai kemudian semakin kompleks. Saya mulai ngerasain yang namanya galau bikin keputusan itu waktu awal lulus dari SMK Telkom dan bingung harus memilih kuliah, kerja, atau keduanya. Kemudian juga memilih di perusahaan seperti apa saya harus bekerja dan dimana saya harus berkuliah.
Banyak orang berkata bahwa memasuki usia 20, hidup kita akan semakin diwarnai dengan pilihan-pilihan besar yang nantinya akan berdampak pada hal-hal selanjutnya yang terjadi di kehidupan kita. Tapi sebenernya sadar atau engga kita udah mulai belajar membuat keputusan sejak kita kecil, mulai dari hal-hal remeh sampai kemudian semakin kompleks. Saya mulai ngerasain yang namanya galau bikin keputusan itu waktu awal lulus dari SMK Telkom dan bingung harus memilih kuliah, kerja, atau keduanya. Kemudian juga memilih di perusahaan seperti apa saya harus bekerja dan dimana saya harus berkuliah.
Setahun setengah setelah merasa nyaman dengan kehidupan ibukota dan sudah bisa menyesuaikan ritme kehidupan disana, saya membuat keputusan baru yang out of plan, yaitu memilih untuk kembali ke Malang, memulai semua dari awal karena memang ada yang harus diurusin di rumah. Ninggalin comfort zone emang berat, tapi keluarga lebih segalanya. Dan jelas banget keputusan yang saya buat ngerubah banyak hal dalam kehidupan saya, kuliah jadi pindah, kerjaan pindah, sosialisasi baru. Apalagi saya udah punya komitmen sama diri sendiri sejak lulus dari Telkom, waktu itu saya 18 tahun awal, saya udah mau mandiri secara finansial, nggak minta uang ke mamah. Alhasil ya meski pulang ke Malang, kudu bisa daftar kuliah sendiri, kalo pengen ini itu kudu beli sendiri dan harus tetep berpenghasilan. Meski ya namanya tinggal sama ortu, alhamdulillah nggak pernah itung-itungan begitu aslinya, saking aja namanya anak yah, udah masuk umur 18+ biasanya rasa sungkan kalo minta ke ortu udah muncul.
Eh setelah hampir setahun merasa nyaman dengan keputusan besar di tahun 2014, sudah nyaman di Malang dengan ekosistem baru dan lingkungan baru, tahun 2015 kemarin kembali saya harus membuat keputusan yang mana ketika kejadian ini terjadi diwarnai dengan drama berkepanjangan (weits). Saya bahkan sebelumnya nggak kepikiran hal seputar ini akan terjadi sebegini cepat.
Ini tentang memilih pendamping untuk dijadikan imam dalam hidup. Iya, saya 20 tahun saat dihadapkan pada pilihan ini. Memang sedang dekat dengan seseorang selama beberapa tahun meskipun tidak ada hubungan apapun, tetapi sering sekali membicarakan beragam hal bersama. Nah, tetapi di suatu hari, ada seseorang yang bahkan saya hampir tidak pernah mengobrol dengan dia tiba-tiba menghubungi saya, meminta izin untuk datang kerumah dan bertemu orang tua saya untuk orientasi yang to the point, yaitu menikah.
Ini tentang memilih pendamping untuk dijadikan imam dalam hidup. Iya, saya 20 tahun saat dihadapkan pada pilihan ini. Memang sedang dekat dengan seseorang selama beberapa tahun meskipun tidak ada hubungan apapun, tetapi sering sekali membicarakan beragam hal bersama. Nah, tetapi di suatu hari, ada seseorang yang bahkan saya hampir tidak pernah mengobrol dengan dia tiba-tiba menghubungi saya, meminta izin untuk datang kerumah dan bertemu orang tua saya untuk orientasi yang to the point, yaitu menikah.
Saya begitu kaget, bagaimana bisa seseorang yang selama ini sama sekali tidak pernah terbayang (karena memang tidak ada komunikasi), meminta saya untuk menjadi pelengkapnya. Untuk menjadi penyempurna agamanya. Kita memang pernah bertemu tapi dulu banget, sekitar 5 tahun yang lalu ketika acara keluarga di pesantren kyai masduki, waktu acara sowan saat lebaran. Dan saat itu, om saya memang memperkenalkan kami berdua karena katanya sama-sama suka foto. Cuma sekedar say hi, sebutin nama aja. Tapi waktu itu saya masih 15 tahun, memang sih pulangnya kita saling berteman di facebook untuk keperluan tag tag foto, tapi nggak pernah ada komunikasi yang panjang, palingan saling likes atau komen fb aja, tapi kok ya rasa-rasanya jarang banget bisa di hitung jari.
Nah, kebetulan saat awal saya membuka pesan tersebut, ada kakak kelas di telkom yang sedang ada dirumah (karena memang abis rombongan ber18 ke Semeru dan pulangnya nginep dirumah ghea dan rayhan), ketika melihat ekspresi syok saya saat membuka HP, mas itu langsung kepo, waktu ikutan membaca pesannya, raut mukanya sempat surprise banget tapi kemudian dengan tenang dia berkata " Ghe, sebagai cowok aku tau ngomong kayak gitu itu nggak mudah, nggak mungkin dia asal chat. Pasti udah dipertimbangin mateng-mateng. Plis lah ini ngajakin nikah bukan pacaran. Kenal atau engga, jangan sampai langsung melakukan penolakan saat ini juga. Siapa tau itu jodohmu, who knows. Boleh jadi kamu sekarang deket sama yang lain, tapi bukan jaminan apapun. Hargai, cari tau dulu.", meski begitu saya tidak langsung membalas pesan tersebut, masih banyak yang saya pikirkan. Saat itu juga langsung chat mama, baladah sahabat deketnya LDR semua, jadi kalo curhat ke orang tua deh.
Beberapa hari berselang, saya beranikan untuk bertanya "Kenapa tiba-tiba memilih ghea dan apa yang menjadi pertimbangannya", pertanyaan saya dijawab dengan begitu detail tentang alasan kenapa dia memilih Ghea. Mulai dari jawaban yang serius sampai yang melucu. Dia juga menyangkal bahwa ini semua tiba-tiba, katanya sebenernya sudah lama tapi memang mau ngomong ketika udah siap aja, karena tujuan bukan mau ngajakin pacaran, tapi untuk konteks yang lebih serius. Dia juga mengatakan bahwa sudah kepoin Ghea secara online dan offline. Salah satu pertimbangan utamanya adalah sebelum memutuskan untuk mengubungi saya, dia sudah istikhoroh terlebih dahulu dengan beberapa cara termasuk istikhoroh alquran, lalu yang didapat adalah ayat tentang menikah. Waktu diberi tau ayat tersebut saya kaget tapi sembari ngomong sama diri sendiri 'ah kebetulan kali ya.. iya kebetulan...'. Karena waktu itu posisinya saya masih belum mengkosongkan perasaan. Tapi saya salut banget sama proses yang dipilihnya sebelum menghubungi Ghea. Hey, i was melt. Gitu ya, cowok yang pakek cara gentle (sekalinya muncul emang orientasinya jelas), lebih bikin galaau kebingungan kudu ngapain.
Dengan beberapa pertimbangan saya mencoba menceritakan perihal ini ke si 'Dia' yang saat itu sedang dekat dengan saya. Mungkin banyak banget yang tau tentang yang satu ini, karena dulu emang sering banget upload gambarnya, foto kalo dikirimin makanan di instagram. Kita sebenarnya kakak dan adek kelas, waktu di telkom sempet deket sebentar tapi jadi lebih sering ngobrol dan barengan pas udah lulus. Kebetulan saya dulu sekantor pas di Jakarta, belum lagi kita jadi satu tim di kerjaan luar kantor, bikin makin sering ketemu. Nah ini pelajaran banget lah, saya sama dia aja udah berusaha semaksimal mungkin menjaga untuk tidak ada interaksi fisik apapun (termasuk salaman dkk), dan kedekatannya lebih banyak seputar obrolan aja, ngomongin hal a b c d bareng-bareng. Sharing design, ngobrolin berita terkini, diskusi dengan berbagai topik, dan hal-hal yang sifatnya cuma obrolan. Itu aja ketika ada orang baru yang tetiba datang dan kayaknya 'he is the one', jadi rasanya campur aduk. Karena udah terlalu banyak hal-hal 'future' yang di obrolin berdua. Cuma obrolan loh....
Jadi ati-ati buat siapapun yang lagi deket sama seseorang, di jaga hatinya. Jangan sampe ngerasain sakit yang sebenernya kita sendiri yang nyiptain kondisi itu. Saya baru menyadari alasan Allah nggak ngizinin hubungan kedekatan sebelum halal, ya ini nih. Ketika emang takdir kita orang lain, kita bikin rasa sakit buat diri kita sendiri. Sebenernya saya ragu buat share, takut terlalu pribadi. Tapi proses ini justru pelajaran beraharga banget buat saya, biar orang lain cukup bisa bayangin dengan baca ceritanya tanpa harus ngerasain sendiri. Saya yakin ada begitu banyak orang di luar sana yang sering mengaku nggak pacaran, tidak bersetatus, tapi dekat secara rutin dan membiasakan ada.
Saat kejadian saya nggak langsung bikin keputusan apapun, tapi kita berdua sadar untuk saling berusaha buat jaga jarak, buat memberi pembiasaan buat diri kalo emang kita nggak berjodoh, dan itu sulit banget awalnya, pasti. Ketika hampir setiap saat chat, diskusi bareng, nyeritain hal ga penting sampe bener-bener ga ada komunikasi. Tanpa ada pertengkaran sebelumnya dan dalam waktu yang sangat mendadak. It was a hard time for both of us.
Lalu dimulailah hari-hari galau berkepanjangan, hampir tiap hari saya nangis soalnya nggak tau kudu ngapain. Minggu-minggu mellow. Saya yang jarang banget nangis jadi diem dikit baper, bayangin A terus sedih, bayangin B sedih lagi, gitu aja mulu. Tiap abis sholat doanya sambil nangis-nangis, minta petunjuk sama Allah. Mau mutusin apapun berasa takut. Ini tentang hal penting loh, bukan cuma buat sehari dua hari tapi buat sepanjang hidup. Keputusan yang nggak bisa asal dibuat aja. Saya belum kasih jawaban apapun ke Mas Hanif, meskipun saya sendiri tau dia udah nunggu keputusannya. Sampe sekitar 2 minggu lamanya saya netralisir perasaan, baru akhirnya berani istikhoroh.
Saya cobain berbagai metode, termasuk metode al-quran seperti yang dilakukan mas hanif. FYI setiap orang punya caranya masing-masing, dan ini cara yang diajarkan oleh beberapa guru saya. Jadi awalnya kita sholat, terus berdoa gitu dan intinya di doa itu kita minta petunjuk ke Allah, bahwa kita itu maha nggak tau dan Allah maha tau segala, lalu kita sebutin hal apa yang mau kita cari jawabannya, waktu itu saya minta petunjuk tentang saya dan mas Hanif, kalo kita bersama, bagus apa engga buat agama saya, kehidupan saya.. dll dll (...pribadi men jadi ga di ceritain detail lah ahaha), terus setelah selesai berdoa, kita buka halaman quran secara random, lalu buka lagi 7 lembar setelahnya, dan kita lihat ayat ke 7 artinya apa. Kalo artinya yang baik-baik misalnya nih tentang syurga, kenikmatan, kemenangan, dkk insyaAllah itu jawabannya baik. Tapi kalo tentang neraka, perang, kegagalan, dkk bisa jadi itu kurang baik.
Dan masyaAllah, ketika saya lihat ayat ketujuh yang saya dapatkan, saya harus diam dulu sejenak sambil mikir 'kenapa ayat ini nggak asing ya? seperti pernah baca artinya?', lalu saya buka chat sebelumnya dengan mas Hanif dan saya mendapati bahwa kami mendapatkan ayat yang sama! Gimana ceritanya bisa sama padahal serandom itu bukanya. Saya juga dapat ayat yang isinya perintah menikah, dan ayat sekitarnya emang bahasannya tentang pernikahan semua. Seketika saya nangis, bukan nangis sedih sih, ini lebih nangis karena terkejut sampe nggak ngerti kudu ngerespon apa. Dan beberapa kali saya ulang-ulang lagi sholat dan buka qurannya, dapatnya ayat-ayat yang baik semua.
Sebenarnya hakikat utama istikhoroh adalah diberinya keyakinan. Dan istikhorohpun jangan cuma sekali aja, sejak kejadian itu, pas banget waktu pengajian di jelasin kalo kita harus istikhoroh sesering mungkin, setiap hari. Salah satu caranya dengan niatin sholat istikhoroh sekalian waktu kita sholat sunnah rawatib jadi niatnya di gabungin jadi satu "Usholli sunnatan badiatal duhri, wa taubati, wa istikhorohi lillahitaala", bisa ditambahin sama niat lainnya. Kenapa harus istikhoroh terus? Biar semua hal yang kita lakuin dibantuin Allah dalam pemilihannya. Pelan-pelan nggak tau datengnya dari mana saya dapetin yang namanya keyakinan itu. Tiba-tiba saya ngerasa kalo 'mungkin mas hanif orangnya'. Ada keyakinan dibalik ketidak tahuanku tentang sosok seperti apa dia. Saya bahkan nggak tau apakah dia bisa sebaik orang sebelumnya dalam mengatasi hal-hal menyebalkan dari saya. Karena kita kan belum kenal, dan.... saya mah kalo PMS bisa berubah jadi nye-be-lin akut. Saya nggak tau apapun, tapi keyakinan itu semakin tumbuh dengan sendirinya. Diikuti dengan segala hal yang berasa jadi mudah. Berasa semesta tiba-tiba merestui.
Waktu saya ngobrol sama mamah, meski awalnya beliaunya kayak agak gimana bayangin anak perempuannya mau menikah. Awalnya bilang "udah jangan dulu, nggak usah keduanya ghe". Tapi lupa gimana ceritanya tiba-tiba mamah sepertinya suka sama mas Hanif, dan setelah proses yang dilalui, tetiba arahnya jadi penerimaan. Pun ketika saya ngajak ngobrol sama papah saya (gantinya ngobrol sama alm. papa), beliau juga tiba-tiba mendukung. Rayhan ketika saya curhatin meski jawabnya sambil selo nemen dan guyon tok tapi ketika dia bilang 'mbak lihat orangnya dong', lalu saya tunjukin foto mas hanif, dia seketka bilang 'Wih mbak kok kayak papah ya!' (Papah disini maksut saya alm papa saya, bukan menyama-nyamakan sih tapi emang foto yang saya tunjukin secara style agak mirip, sayapun awalnya begitu kaget, kirain pemikiran pribadi eh kok ya rayhan ngerasa hal yang sama).
Nenek saya dari alm.Papa dulu sering ngewanti-wanti saya pas ngerti kalo cucunya ngebet nikah muda, dengan bilang 'Ghea nanti jangan nikah cepet-cepet yah. Dinikmati dulu aja masa mudanya. Berkarya dulu. Nikah itu nggak semanis cerita-cerita di family blog yang biasanya ghea tunjuikin (enaa ketauan deh kalo sering keracuni sama family blog yang dikemas begitu harmonis nan memupengkan).' Intinya nenek saya udah ngewanti-wanti buat ga buru-buru menikah. Jadi agak degdegan juga sih waktu mau ngabarin ada yang ngajak nikah itu. Tapi masyaAllah, ketika saya kerumah beliau dengan gelagat aneh dan berkali kali bilang 'ibuk ghea mau ngomong' tapi ga kunjung dapet start, beliau langsung nyela ' kenapa? Ada yang ngajak nikah ya?', tepat sasaran banget, langsung deh cerita panjang lebar. Dan setelah saya mengakhiri ceritanya, respon si ibu di luar dugaan "Ibuk terharu banget, ibuk setuju, setelah lihat fotonya dan ceritanya ibuk udah sayang sama calonmu. Udah di segerakan aja, niat baik jangan di tunda", Rasanya kayak................. beneran nih ibuk tanggapannya gitu? Di luar dugaan banget! Kenapa semesta tiba-tiba mendukung saya sama mas Hanif?
Keluarga saya biasanya untuk hal-hal kayak gini minta tolong istikhoroin ulama juga, entah itu kyai atau habaib. Oke, sebentar, mungkin banyak yang bilang 'namanya istikhoroh ya lakuin aja sendiri, kan kepentingannya sendiri'. Fine, semua orang punya caranya masing-masing yah. Tapi kalo di kebiasaan keluarga saya, secara pribadi saya istikhoroh berkali-kali, tapi kemudian juga minta tolong istikhoroin ke habib Soleh al-Aydrus. Kebetulan istrinya sahabat mama, awalnya kaget banget soalnya anaknya seumuran nih sama saya, tau saya udah minta istikhoroin masalah jodoh bikin kak ipa (sebutan untuk syarifa), menajdi kaget. Saya masih pengen diyakinin sekali lagi, minta tolong istikhoroin antara dua pilihan, si dia dan mas hanif. Kalo ada yang bilang "yaelah ghe, masa keputusan sebesar itu kamu serahin ke orang lain?", hmm mungkin menurutmu orang lain, tapi beliau insyaAllah merupakan kekasih Allah, yang doanya lebih cepet sampenya ketimbang saya yang masih banyak dosa ini. Toh saya juga udah ikhtiar sendiri kan, keputusan dari habib soleh jadi penambah keyakinan aja. Ketika keluar hasilnya, emang Ghea lebih pas ke mas Hanif insyaAllah. Pilihan yang super duper teramat sangat sulit loh, semuanya sama baiknya, tapi meski sama-sama baik bisa jadi kalo dijadikan pasangan jadi berbeda. Mungkin si 'dia' udah disiapkan Allah yang lebih baik dari Ghea, yang lebih bisa ngertiin dan ngelengkapin. Dengan bismillah, dibarengi keyakinan dan dukungan keluarga besar, saya membuat keputusan besar itu: Memberi lampu hijau ke mas Hanif buat dateng kerumah.
Keputusan yang saya setiap hari berdoa semoga itu adalah pilihan yang terbaik, yang nggak akan pernah saya sesali, keputusan yang semoga akan selalu saya pertanggung jawabakan. Kata Bunda (salah seorang anak kyai Masduki yang sering jadi tempat curhat keluarga karena kebijaksanaannya), "Mbak ghea, tentang jodoh ini emang misteri, manusia cuma bisa berikhtiar buat mecari tahu mana yang terbaik. Kalo udah istikhoroh dan hasilnya bagus, ya insyaAllah itu yang terbaik menurut Allah. Dan lagi mbak Ghea udah istikhroh ditambah sama Habib soleh juga, nggak main-main loh orang alim yang meng-istikhorohi. Mbak Ghea pasrah, serahin semua sama Allah. Dulu Bunda menikah juga bermodal istikhoroh dan kepetusan orang tua, nggak kenal loh. Cinta yang indah itu dibangun setelah akad. Pasrah dan percaya sama Allah, keputusan Allah itu selalu yang terbaik". Kurang lebih seperti itu wejangan Bunda yang dikirim ke saya via whatsapp waktu beliau sedang haji, nyempetin balesin chat dan nyempetin doa-doain.
Saya belajar banyak dari dua bulan awal kejadian ini terjadi. Kalo kadang manusia itu yang terlalu banyak berulah dan bikin hal-hal pemicu sakit hatinya sendiri. Saya sedih banget karena harus bikin keputusan yang mau nggak mau harus nyakitin pihak lain. Sering tetiba mikir, kalo aja dulu bisa membatasi, bener-bener lurus dan nggak balesin semua chat mungkin nggak berakhir jadi nyakitin orang lain dan diri sendiri. Tapi biar, nggak ada yang harus disesalin apalagi berandai balikin waktu kalo udah kejadian, tapi mikirin gimana bisa ambil ibrah dari apa yang udah terjadi.
Wihi, i already tell you a lot of story, its getting long, so i need to stop it now. Sebenernya sempat ragu banget harus ceritain begini apa engga, rasanya kok terlalu pribadi, tapi kalo disimpan sendiri ada beberapa pengalaman yang mau saya share biar tanpa harus ngerasain jadi saya orang bisa kebayang rasanya. Bahwa yang udah pacaran atau temen deketan lama itu belum tentu jodoh. Nggak usah kebanyakan bayangin dan ngobrolin hal-hal seputar masa depan bareng biar nggak sakit hati kemudian. Kan sering tuh, kalo udah ngerasa deket sama si A, pas nemu artikel tentang parenting misalnya, kemudian shre linknya dan di bahas bareng. Ketauilah bawa katanya cowok jadi ngerasa lebih special ketika diajakin ngobrol gitu (pengakuan beberapa sahabat saya). Jadi mari jaga hati sembari menunggu yang pas.
Buat mbak-mbak, ukhti ukhti, teteh teteh mending masa muda buat fokus bikin diri jadi punya value lebih dengan memperbanyak belajar apapun, termasuk belajar pelajaran pra-nikah (penting loh jangan ketawa haha kalo di Malang bisalah chat saya ntar saya ajakin ciyee), mulai belajar ilmu parenting, ilmu general, dan beragam hal lainnya. Kalo udah kepikiran jodoh langsung deh alihin ke hal-hal positif. InsyaAllah nanti pasti dateng kok 'laki-laki' yang emang serius.
Buat yang laki-laki, juga jangan sampe ngajak deket cewek kalo belum punya orientasi yang jelas. Kadang emang ngerasa 'ah kan cuma chat', tapi kalo udah nyaman? Jadi ketergantungan deh. Fokus aja menyiapkan diri dan masa depan, baru deh samperin orang tuanya. Saya sebagai cewek lebih melt ternyata sama yang begitu, yang langsung-langsung.
Tidak ada kisah sedih, sakit, dan perih yang sia-sia. Semua pasti berhikmah, semua telah diukur, dan tentunya semua pasti berlalu! Ngomongnya udah berasa pro banget, haha. Namanya juga blog pribadi, yang ditulis pun sudut pandang pribadi berdasarkan pengalaman pribadi. Semoga ada manfaatnya yah, udah yuk jaga jarak sebelum halal.
Mohon doa restunya semuanya, bismillahirrahmanirrahim....
nb : saya punya banyak banget draft seputar #newchapter, enaknya di lanjutin post apa dinikmatin pribadi aja yah di draft? hihi
Goodbyes are always hard. Whether it is your favorite childhood skirt, favorite toys, last bites of carrot cakes, favorite class in vocational high school, every single corner of the cafe you ever visited, your old friends that will be spreated with distance, or even a last chat
Goodbyes,
Are always hard.
But, with bismillah, lets welcoming the new chapter of life.
Jadi ati-ati buat siapapun yang lagi deket sama seseorang, di jaga hatinya. Jangan sampe ngerasain sakit yang sebenernya kita sendiri yang nyiptain kondisi itu. Saya baru menyadari alasan Allah nggak ngizinin hubungan kedekatan sebelum halal, ya ini nih. Ketika emang takdir kita orang lain, kita bikin rasa sakit buat diri kita sendiri. Sebenernya saya ragu buat share, takut terlalu pribadi. Tapi proses ini justru pelajaran beraharga banget buat saya, biar orang lain cukup bisa bayangin dengan baca ceritanya tanpa harus ngerasain sendiri. Saya yakin ada begitu banyak orang di luar sana yang sering mengaku nggak pacaran, tidak bersetatus, tapi dekat secara rutin dan membiasakan ada.
Saat kejadian saya nggak langsung bikin keputusan apapun, tapi kita berdua sadar untuk saling berusaha buat jaga jarak, buat memberi pembiasaan buat diri kalo emang kita nggak berjodoh, dan itu sulit banget awalnya, pasti. Ketika hampir setiap saat chat, diskusi bareng, nyeritain hal ga penting sampe bener-bener ga ada komunikasi. Tanpa ada pertengkaran sebelumnya dan dalam waktu yang sangat mendadak. It was a hard time for both of us.
Lalu dimulailah hari-hari galau berkepanjangan, hampir tiap hari saya nangis soalnya nggak tau kudu ngapain. Minggu-minggu mellow. Saya yang jarang banget nangis jadi diem dikit baper, bayangin A terus sedih, bayangin B sedih lagi, gitu aja mulu. Tiap abis sholat doanya sambil nangis-nangis, minta petunjuk sama Allah. Mau mutusin apapun berasa takut. Ini tentang hal penting loh, bukan cuma buat sehari dua hari tapi buat sepanjang hidup. Keputusan yang nggak bisa asal dibuat aja. Saya belum kasih jawaban apapun ke Mas Hanif, meskipun saya sendiri tau dia udah nunggu keputusannya. Sampe sekitar 2 minggu lamanya saya netralisir perasaan, baru akhirnya berani istikhoroh.
Saya cobain berbagai metode, termasuk metode al-quran seperti yang dilakukan mas hanif. FYI setiap orang punya caranya masing-masing, dan ini cara yang diajarkan oleh beberapa guru saya. Jadi awalnya kita sholat, terus berdoa gitu dan intinya di doa itu kita minta petunjuk ke Allah, bahwa kita itu maha nggak tau dan Allah maha tau segala, lalu kita sebutin hal apa yang mau kita cari jawabannya, waktu itu saya minta petunjuk tentang saya dan mas Hanif, kalo kita bersama, bagus apa engga buat agama saya, kehidupan saya.. dll dll (...pribadi men jadi ga di ceritain detail lah ahaha), terus setelah selesai berdoa, kita buka halaman quran secara random, lalu buka lagi 7 lembar setelahnya, dan kita lihat ayat ke 7 artinya apa. Kalo artinya yang baik-baik misalnya nih tentang syurga, kenikmatan, kemenangan, dkk insyaAllah itu jawabannya baik. Tapi kalo tentang neraka, perang, kegagalan, dkk bisa jadi itu kurang baik.
Dan masyaAllah, ketika saya lihat ayat ketujuh yang saya dapatkan, saya harus diam dulu sejenak sambil mikir 'kenapa ayat ini nggak asing ya? seperti pernah baca artinya?', lalu saya buka chat sebelumnya dengan mas Hanif dan saya mendapati bahwa kami mendapatkan ayat yang sama! Gimana ceritanya bisa sama padahal serandom itu bukanya. Saya juga dapat ayat yang isinya perintah menikah, dan ayat sekitarnya emang bahasannya tentang pernikahan semua. Seketika saya nangis, bukan nangis sedih sih, ini lebih nangis karena terkejut sampe nggak ngerti kudu ngerespon apa. Dan beberapa kali saya ulang-ulang lagi sholat dan buka qurannya, dapatnya ayat-ayat yang baik semua.
Ini foto yang dikirim sama mas hanif tentang ayat yang dia dapet waktu istikhoroh. Surat An-Nur Ayat 31 dan 32.
Dan ini yang saya dapet, dan sukses bikin super duper kaget
Waktu saya ngobrol sama mamah, meski awalnya beliaunya kayak agak gimana bayangin anak perempuannya mau menikah. Awalnya bilang "udah jangan dulu, nggak usah keduanya ghe". Tapi lupa gimana ceritanya tiba-tiba mamah sepertinya suka sama mas Hanif, dan setelah proses yang dilalui, tetiba arahnya jadi penerimaan. Pun ketika saya ngajak ngobrol sama papah saya (gantinya ngobrol sama alm. papa), beliau juga tiba-tiba mendukung. Rayhan ketika saya curhatin meski jawabnya sambil selo nemen dan guyon tok tapi ketika dia bilang 'mbak lihat orangnya dong', lalu saya tunjukin foto mas hanif, dia seketka bilang 'Wih mbak kok kayak papah ya!' (Papah disini maksut saya alm papa saya, bukan menyama-nyamakan sih tapi emang foto yang saya tunjukin secara style agak mirip, sayapun awalnya begitu kaget, kirain pemikiran pribadi eh kok ya rayhan ngerasa hal yang sama).
Nenek saya dari alm.Papa dulu sering ngewanti-wanti saya pas ngerti kalo cucunya ngebet nikah muda, dengan bilang 'Ghea nanti jangan nikah cepet-cepet yah. Dinikmati dulu aja masa mudanya. Berkarya dulu. Nikah itu nggak semanis cerita-cerita di family blog yang biasanya ghea tunjuikin (enaa ketauan deh kalo sering keracuni sama family blog yang dikemas begitu harmonis nan memupengkan).' Intinya nenek saya udah ngewanti-wanti buat ga buru-buru menikah. Jadi agak degdegan juga sih waktu mau ngabarin ada yang ngajak nikah itu. Tapi masyaAllah, ketika saya kerumah beliau dengan gelagat aneh dan berkali kali bilang 'ibuk ghea mau ngomong' tapi ga kunjung dapet start, beliau langsung nyela ' kenapa? Ada yang ngajak nikah ya?', tepat sasaran banget, langsung deh cerita panjang lebar. Dan setelah saya mengakhiri ceritanya, respon si ibu di luar dugaan "Ibuk terharu banget, ibuk setuju, setelah lihat fotonya dan ceritanya ibuk udah sayang sama calonmu. Udah di segerakan aja, niat baik jangan di tunda", Rasanya kayak................. beneran nih ibuk tanggapannya gitu? Di luar dugaan banget! Kenapa semesta tiba-tiba mendukung saya sama mas Hanif?
Keluarga saya biasanya untuk hal-hal kayak gini minta tolong istikhoroin ulama juga, entah itu kyai atau habaib. Oke, sebentar, mungkin banyak yang bilang 'namanya istikhoroh ya lakuin aja sendiri, kan kepentingannya sendiri'. Fine, semua orang punya caranya masing-masing yah. Tapi kalo di kebiasaan keluarga saya, secara pribadi saya istikhoroh berkali-kali, tapi kemudian juga minta tolong istikhoroin ke habib Soleh al-Aydrus. Kebetulan istrinya sahabat mama, awalnya kaget banget soalnya anaknya seumuran nih sama saya, tau saya udah minta istikhoroin masalah jodoh bikin kak ipa (sebutan untuk syarifa), menajdi kaget. Saya masih pengen diyakinin sekali lagi, minta tolong istikhoroin antara dua pilihan, si dia dan mas hanif. Kalo ada yang bilang "yaelah ghe, masa keputusan sebesar itu kamu serahin ke orang lain?", hmm mungkin menurutmu orang lain, tapi beliau insyaAllah merupakan kekasih Allah, yang doanya lebih cepet sampenya ketimbang saya yang masih banyak dosa ini. Toh saya juga udah ikhtiar sendiri kan, keputusan dari habib soleh jadi penambah keyakinan aja. Ketika keluar hasilnya, emang Ghea lebih pas ke mas Hanif insyaAllah. Pilihan yang super duper teramat sangat sulit loh, semuanya sama baiknya, tapi meski sama-sama baik bisa jadi kalo dijadikan pasangan jadi berbeda. Mungkin si 'dia' udah disiapkan Allah yang lebih baik dari Ghea, yang lebih bisa ngertiin dan ngelengkapin. Dengan bismillah, dibarengi keyakinan dan dukungan keluarga besar, saya membuat keputusan besar itu: Memberi lampu hijau ke mas Hanif buat dateng kerumah.
Keputusan yang saya setiap hari berdoa semoga itu adalah pilihan yang terbaik, yang nggak akan pernah saya sesali, keputusan yang semoga akan selalu saya pertanggung jawabakan. Kata Bunda (salah seorang anak kyai Masduki yang sering jadi tempat curhat keluarga karena kebijaksanaannya), "Mbak ghea, tentang jodoh ini emang misteri, manusia cuma bisa berikhtiar buat mecari tahu mana yang terbaik. Kalo udah istikhoroh dan hasilnya bagus, ya insyaAllah itu yang terbaik menurut Allah. Dan lagi mbak Ghea udah istikhroh ditambah sama Habib soleh juga, nggak main-main loh orang alim yang meng-istikhorohi. Mbak Ghea pasrah, serahin semua sama Allah. Dulu Bunda menikah juga bermodal istikhoroh dan kepetusan orang tua, nggak kenal loh. Cinta yang indah itu dibangun setelah akad. Pasrah dan percaya sama Allah, keputusan Allah itu selalu yang terbaik". Kurang lebih seperti itu wejangan Bunda yang dikirim ke saya via whatsapp waktu beliau sedang haji, nyempetin balesin chat dan nyempetin doa-doain.
Saya belajar banyak dari dua bulan awal kejadian ini terjadi. Kalo kadang manusia itu yang terlalu banyak berulah dan bikin hal-hal pemicu sakit hatinya sendiri. Saya sedih banget karena harus bikin keputusan yang mau nggak mau harus nyakitin pihak lain. Sering tetiba mikir, kalo aja dulu bisa membatasi, bener-bener lurus dan nggak balesin semua chat mungkin nggak berakhir jadi nyakitin orang lain dan diri sendiri. Tapi biar, nggak ada yang harus disesalin apalagi berandai balikin waktu kalo udah kejadian, tapi mikirin gimana bisa ambil ibrah dari apa yang udah terjadi.
Wihi, i already tell you a lot of story, its getting long, so i need to stop it now. Sebenernya sempat ragu banget harus ceritain begini apa engga, rasanya kok terlalu pribadi, tapi kalo disimpan sendiri ada beberapa pengalaman yang mau saya share biar tanpa harus ngerasain jadi saya orang bisa kebayang rasanya. Bahwa yang udah pacaran atau temen deketan lama itu belum tentu jodoh. Nggak usah kebanyakan bayangin dan ngobrolin hal-hal seputar masa depan bareng biar nggak sakit hati kemudian. Kan sering tuh, kalo udah ngerasa deket sama si A, pas nemu artikel tentang parenting misalnya, kemudian shre linknya dan di bahas bareng. Ketauilah bawa katanya cowok jadi ngerasa lebih special ketika diajakin ngobrol gitu (pengakuan beberapa sahabat saya). Jadi mari jaga hati sembari menunggu yang pas.
Buat mbak-mbak, ukhti ukhti, teteh teteh mending masa muda buat fokus bikin diri jadi punya value lebih dengan memperbanyak belajar apapun, termasuk belajar pelajaran pra-nikah (penting loh jangan ketawa haha kalo di Malang bisalah chat saya ntar saya ajakin ciyee), mulai belajar ilmu parenting, ilmu general, dan beragam hal lainnya. Kalo udah kepikiran jodoh langsung deh alihin ke hal-hal positif. InsyaAllah nanti pasti dateng kok 'laki-laki' yang emang serius.
Buat yang laki-laki, juga jangan sampe ngajak deket cewek kalo belum punya orientasi yang jelas. Kadang emang ngerasa 'ah kan cuma chat', tapi kalo udah nyaman? Jadi ketergantungan deh. Fokus aja menyiapkan diri dan masa depan, baru deh samperin orang tuanya. Saya sebagai cewek lebih melt ternyata sama yang begitu, yang langsung-langsung.
Tidak ada kisah sedih, sakit, dan perih yang sia-sia. Semua pasti berhikmah, semua telah diukur, dan tentunya semua pasti berlalu! Ngomongnya udah berasa pro banget, haha. Namanya juga blog pribadi, yang ditulis pun sudut pandang pribadi berdasarkan pengalaman pribadi. Semoga ada manfaatnya yah, udah yuk jaga jarak sebelum halal.
Mohon doa restunya semuanya, bismillahirrahmanirrahim....
nb : saya punya banyak banget draft seputar #newchapter, enaknya di lanjutin post apa dinikmatin pribadi aja yah di draft? hihi
Goodbyes are always hard. Whether it is your favorite childhood skirt, favorite toys, last bites of carrot cakes, favorite class in vocational high school, every single corner of the cafe you ever visited, your old friends that will be spreated with distance, or even a last chat
Goodbyes,
Are always hard.
But, with bismillah, lets welcoming the new chapter of life.
Baca Cerita #NewChapter lainnya
posted in
Subscribe to:
Posts (Atom)
Social Icons